Sejak munculnya grup Frankie Goes to Hollywood di tahun 80-an, banyak grup band yang memakai kalimat sebagai nama band-nya, misalnya saja Michael Learns to Rock. Kali ini kita berkenalan dengan band asal Bandung bernama Everybody Loves Irene. Tak jelas kenapa semua orang mencintai Irene, yang jelas grup band ini mengusung jenis musik yang tak lazim di dunia musik Indonesia yang lebih cenderung sebagai industri.

Keberanian memilih genre Trip-Hop yang tak umum ini patut dapat acungan jempol lantaran keputusan ini punya resiko besar album mereka tak diterima publik musik. Kalaupun ada yang memutuskan membeli mungkin lantaran memang menyukai genre ini. Keberanian ini yang membuat saya jadi bernafas lega karena ini berarti masih ada orang-orang musik Indonesia yang bermusik karena idealisme dan bukan karena keinginan untuk meraup keuntungan materiil atau popularitas.

Secara keseluruhan, warna dari satu lagu ke lagu yang lain dalam album ini memiliki kekokohan warna. Semua track mengusung genre yang sama nyaris tanpa sedikit pun variasi. Di satu sisi, ini mengokohkan totalitas bermusik mereka pada jalur yang konsisten, namun di sisi lain, kesamaan warna tanpa variasi ini sedikit memicu kesan boring yang mau tak mau pasti akan muncul. Bila tak jeli, batas antara satu lagu dengan lagu yang lain hampir tak jelas.

Album berjudul ON SECOND THOUGHT, I MIGHT WANNA CHANGE SOME THINGS ini memiliki warna musik yang cenderung gloomy alias suram. Nuansa suram ini mau tak mau makin menambah beban bagi para pendengar yang kebetulan tak sedang bad mood. Entah kenapa, saat mendengar album ini yang terbayang di benak saya adalah visualisasi dari sebuah film pendek berformat hitam putih. Bila Anda sempat menonton film MR. BEAN'S HOLIDAY, di bagian akhir film ini ada adegan screening sebuah film pendek berformat hitam putih. Album ini akan pas dengan visualisasi film-film semacam itu.

Ada sepuluh lagu dalam album ini. Sembilan dari kesepuluh lagu itu ditulis dalam bahasa Inggris. Bahasa Inggris yang digunakan pun bisa dibilang perfect dan puitis. Di samping struktur bahasanya yang benar, lirik yang mereka sajikan pun memiliki keindahan bunyi berima. Artinya, dalam menulis lirik ini pun mereka pasti meluangkan waktu cukup banyak.

Tema yang diusung pun tak bisa dibilang monoton, dalam lagu Magical Box, mereka bicara tentang bagaimana kehidupan manusia sudah mulai tergantung pada kotak kecil yang disebut televisi. Bagaimana peran televisi ini sudah mencapai tahap menjadi bagian dari hidup manusia. Sementara lagu Ecstasy bicara tentang terjebaknya manusia dalam batasan waktu yang membelenggu atau The Big Bang Prophecy yang bicara tentang kerinduan pada alam yang tak lagi hijau.

Terlepas dari semua plus dan minus yang ada, album ini bisa dibilang sebuah escape dari kemonotonan tema lirik dan genre yang mulai melanda dunia musik Indonesia. Akan lebih bagus jika Everybody Loves Irene mencoba memasukkan sesuatu yang 'baru' pada musik mereka. Pola melodi pentatonis daerah-daerah di Indonesia masih banyak yang bisa digali lagi untuk dipadukan dengan musik 'barat'. Kita lihat saja album berikutnya dari grup ini. Semoga saja saat itu everybody has more reasons to love Irene.

0 komentar: